SWASTIKA
Swastika (卐) (Sansekerta: स्वस्तिक) adalah salib sama sisi
dengan empat lengan ditekuk di 90 derajat. Bukti arkeologi paling awal penggunaan
ornamen swastika ditemukan sejauh Peradaban Lembah Indus, India Kuno. Swastika
juga telah digunakan dalam berbagai peradaban kuno lainnya di seluruh dunia
(Cina, Jepang, Eropa, Amerika, Afrika dan masih banyak lagi).
Sering digunakan di dalam agama-agama India, khususnya di Hindu, Buddha, dan Jainisme, terutama sebagai simbol tantra untuk membangkitkan shakti atau simbol suci keberuntungan.
Sering digunakan di dalam agama-agama India, khususnya di Hindu, Buddha, dan Jainisme, terutama sebagai simbol tantra untuk membangkitkan shakti atau simbol suci keberuntungan.
Kata “swastika” berasal dari bahasa Sansekerta svastika –
“su” yang berarti “baik,” “asti” yang berarti “menjadi,” dan “ka” sebagai
akhiran. Swastika secara harfiah berarti “untuk menjadi baik”. Atau terjemahan
lain dapat dibuat: “swa” adalah “diri yang lebih tinggi”, “asti” yang berarti
“menjadi”, dan “ka” sebagai akhiran, sehingga terjemahan dapat diartikan
sebagai “yang dengan diri yang lebih tinggi”.
Selanjutnya yang perlu kita pahami bersama adalah apa makna
yang berada di balik ucapan Om Swastiastu tersebut. OM adalah aksara suci untuk
Sang Hyang Widhi. Istilah Om ini merupakan istilah sakral sebagai sebutan atau
seruan pada Tuhan Yang Mahaesa. Om adalah seruan yang tertua kepada Tuhan dalam
Hindu. Setelah zaman Puranalah Tuhan Yang Mahaesa itu diseru dengan ribuan
nama. Kata Om sebagai seruan suci kepada Tuhan yang memiliki tiga fungsi
kemahakuasaan Tuhan. Tiga fungsi itu adalah, mencipta, memelihara dan
mengakhiri segala ciptaan-Nya di alam ini. Mengucapkan Om itu artinya seruan
untuk memanjatkan doa atau puja dan puji pada Tuhan.
Dalam Bhagawad Gita kata Om ini dinyatakan sebagai simbol
untuk memanjatkan doa pada Tuhan. Karena itu mengucapkan Om dengan sepenuh hati
berarti kita memanjatkan doa pada Tuhan yang artinya ya Tuhan.
Kata Swastiastu terdiri dari kata-kata Sansekerta: SU + ASTI
+ ASTU,
Su artinya baik,
Su artinya baik,
Asti
artinya adalah,
Su +
Asti = Swasti
Setelah mengucapkan Om dilanjutkan dengan kata swasti. Dalam
bahasa Sansekerta kata swasti artinya selamat atau bahagia, sejahtera. Dari
kata inilah muncul istilah swastika, simbol agama Hindu yang universal. Kata
swastika itu bermakna sebagai keadaan yang bahagia atau keselamatan yang
langgeng sebagai tujuan beragama Hindu. Lambang swastika itu sebagai
visualisasi dari dinamika kehidupan alam semesta yang memberikan kebahagiaan
yang langgeng.
Menurut ajaran Hindu alam semesta ini berproses dalam tiga
tahap. Pertama, alam ini dalam keadaan tercipta yang disebut Srsti. Kedua,
dalam keadaan stabil menjadi tempat dan sumber kehidupan yang membahagiakan.
Keadaan alam yang dinamikanya stabil memberikan kebahagiaan itulah yang disebut
swastika. Dalam istilah swastika itu sudah tersirat suatu konsep bahwa dinamika
alam yang stabil itulah sebagai dinamika yang dapat memberikan kehidupan yang
bahagia dan langgeng. Dinamika alam yang stabil adalah dinamika yang sesuai
dengan hak asasinya masing-masing. Ketiga, adalah alam ini akan kembali pada
Sang Pencipta. Keadaan itulah yang disebut alam ini akan pralaya atau dalam
istilah lain disebut kiamat.
Astu artinya mudah-mudahan atau semoga. Kata astu sebagai
penutup ucapan Swastiastu itu berarti semoga. Jadi arti keseluruhan OM
SWASTIASTU adalah “Semoga ada dalam keadaan baik atas karunia Hyang Widhi”. Jika
ditelusuri lebih lanjut, Kata Swastiastu sangat erat kaitnnya dengan simbol
suci Agama Hindu yaitu SWASTIKA. Swastika merupakan dasar kekuatan dan
kesejahteraan Buana Agung (Makrokosmos) dan Buana Alit (Mikrokosmos). Bentuk
Swastika ini dibuat sedemikian rupa sehingga mirip dengan galaksi atau kumpulan
bintang-bintang di cakrawala yang merupakan dasar kekuatan dari perputaran alam
ini. Keadaan alam ini sudah diketahui oleh nenek moyang kita sejak dahulu kala
dan lambang Swastika ini telah ada beribu-ribu tahun sebelum Masehi.
Dengan mengucapkan panganjali Om Swastiastu itu, sebenarnya
kita sudah memohon perlindungan kepada Sang Hyang Widhi yang menguasai seluruh
alam semesta ini. Dan dari bentuk Swastika itu timbullah bentuk Padma (teratai)
yang berdaun bunga delapan (asta dala) yang kita pakai dasar keharmonisan alam,
kesucian dan kedamaian abadi.
Pengertian Swastiastu dalam beberapa kamus :
- Kamus Bahasa Bali Kata “Swastyastu” berasal dari kata suasti, yang berarti selamat, menjadi suastiastu yang berarti semoga selamat.
- Kamus Kawi-Bali “Swastyastu berasal dari kata swasti yang berarti raharja, rahayu, bagia, dan rahajeng. Astu yang berarti dumadak, patut, sujati, sinah. Kata astu berkembang menjadi “Astungkara” yang berarti puji, alem dan sembah. Sehingga “swastyastu” berarti semoga selamat, semoga berbahagia
- Kamus Jawa Kuna-Indonesia “Swasti” berarti kesejahteraan, nasib baik, sukses; hidup, semoga terjadilah (istilah salam pembukaan khususnya pada awal surat atau dalam penerimaan dengan baik). Sedangkan “astu” memiliki 2 arti yaitu: 1. Semoga terjadi, terjadilah…. (seringkali pada awal sesuatu kutuk, makian, berkah, ramalan), pasti akan….. 2. Nyata-nyata, sungguh-sungguh (campuran dengan “wastu”?). Kata "astu" berkembang menjadi “astungkara” yang berarti berkata “astu”, mengakui, mengiyakan dengan segan, perkataan “astu”. Dari pengertian tersebut kata “swastyastu” berarti semoga terjadilah nasib baik, sungguh sejahtera.
- Kamus Sanskerta-Indonesia “Svasti” berarti hujan batu es, salam, selamat berpisah, selamat tinggal. Berkembang menjadi “svastika”, “svastimukha”, “svastivacya”. Kata svastika berarti tanda sasaran gaib, tidak mendapat halangan, pertemuan empat jalan, lambang agama Hindu. Svastimukha berarti yang belakang, terakhir, penyanyi, penyair. Svastivacya berarti salam ucapan selamat. Kata “astu” berarti sungguh, memuji. Dari pengertian kedua kata tersebut dapat disimpulkan “svastiastu” berarti menyatakan selamat berpisah.
Dari beberapa pengertian kata dalam kamus-kamus tersebut,
dapat ditarik sebuah benang merah yang saling terkait satu sama lainnya
yaitu:
- pengertian “Swastyastu” dalam kamus Bahasa Bali, Kawi Bali dan Jawa Kuna memiliki pengertian yang hampir sama, yaitu berarti semoga selamat, semoga bahagia, semoga sejahtera. Sedangkan dalam kamus Sanskerta berarti pernyataan selamat berpisah, selamat tinggal.
- kata “astu” sebagai penutup hanya mempertegas kata “svasti” yang memang memiliki arti semoga, selamat berpisah, selamat jalan.
Pada dasarnya pengertian “swastyastu” pada keempat
kamus itu adalah sama, saling melengkapi satu sama lainnya, yaitu Ya
Tuhan semoga kami selamat, selamat tinggal dan semoga sejahtera
(Semoga sejahtera dalam lindungan Hyang Widhi), tidak ada manusia yang hidup di
dunia ini tidak mendambakan keselamatan atau kerahayuan di bumi ini. Selamat
tinggal disini maksudnya adalah selamat tinggal pada hal-hal sebelumnya yang
telah dialami atau dilalui dan semoga selamat dan sejahtera pada apa yang akan
dialami atau dilalui pada kehidupan sekarang. Dalam hidup tidak bisa dipisahkan
dari tiga waktu yaitu: atita, nagata, dan wartamana (dahulu, sekarang, dan yang
akan datang).
Dalam penggunaannya pada kehidupan sehari-hari kata
“swastyastu” diawali dengan kata “Om” sebagai ucapan aksara suci Ida
Sang Hyang Widhi Wasa. Sehingga menjadi “Om Swastyastu”. Kata ini biasa
atau lumrah digunakan sebagai salam pembuka (selain swastiprapta, yang berarti
selamat datang) kemudian diakhiri dengan “Om Santih, Santih, Santih Om”
yang berarti semoga damai di hati, damai di dunia, dan damai di akhirat (selain
swastimukha yang berarti salam penutup yang belakang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar